Jumat, 15 Mei 2015

Memotivasi Diri: Menikmati Persaingan Sengit

Memotivasi Diri: Menikmati Persaingan Sengit: Dalam hidup dan dalam karir, selalu ada persaingan. Sehingga disadari atau tidak, setiap hari kita bersaing satu sama lain. Jika para pesai...

Rabu, 13 Mei 2015

Menemukan Kesenangan Dalam Tugas Harian

Lima hari dalam seminggu, kita pergi ke kantor. Sebagian besar waktu kita dihabiskan untuk hal-hal yang berkaitan dengan urusan kantor. Selama menjalaninya, Anda hepi nggak?

Waktu awal-awal, pasti hepi dong. Tapi setelah bertahun-tahun kemudian; kegiatan itu masih berupa sesuatu yang menyenangkan atau cenderung sekedar rutinitas saja? Kalau sudah menjadi rutinitas, kadar kesenangannya bisa berkurang.

Orang dewasa seperti kita, cenderung kehilangan kesenangan dalam menjalani aktivitas harian. Beda sama anak-anak. Repotnya, kita menganggap hal itu wajar. Padahal tidak. Kita butuh senang-senang juga.

Hanya saja, dalam kesenangan itu ada tanggungjawab yang mesti ditunaikan. Jadi, saat menjalankan tugas itu kita mesti menemukan kesenangan itu didalamnya. Gimana caranya?

Mulai dengan menjadi teman yang menyenangkan bagi orang-orang yang berinteraksi dengan kita dikantor. Jika mereka senang berinteraksi dengan kita, maka kita akan punya suasana kerja yang menyenangkan. Kita jadi betah disana.

Perhatikanlah bagaimana orang-orang yang nyambung dan kompak bisa saling membantu dan saling memudahkan. Kalau pada kita hal itu tidak terjadi, berarti ada masalah dengan hubungan kita. Maka membangun hubungan sangat penting bagi kita bersama.

Kemudian, bersinergilah dengan mereka. Sumber kekesalan kita dikantor biasanya bukan ditimbulkan oleh kesulitan pekerjaan kita, melainkan karena macetnya urusan-urusan dengan kolega lain.

Kalau kerjaan mah pan sudah tiap hari dilakukan, jadi sudah cetek. Yang berkaitan dengan orang lain itu loh sumber kesebalannya. Jika sumber kekesalan itu bisa dieliminasi, maka peluang untuk bisa menjalani rutinitas kerja itu jadi lebih besar kan.

Kesimpulan. Gimana caranya supaya bisa menemukan kesenangan dalam menjalani tugas harian? Bikin teman-teman Anda senang dengan kehadiran Anda, dan berkolaborasilah dengan mereka. Silakan diterapkan.
(DEKA - Dadang Kadarusman, http://www.dadangkadarusman.com/)

Tanggungjawab Kepemimpinan Pribadi

Situasi paling buruk bagi sebuah kapal adalah ketika kapal itu dilayarkan oleh nakoda yang buruk. Keadaan paling buruk bagi sebuah pesawat adalah ketika pesawat itu diterbangkan oleh pilot yang buruk. Kehidupan paling buruk bagi rakyat sebuah negara adalah ketika Negara itu dipimpin oleh Presiden yang buruk. Dan, jalan hidup paling buruk bagi setiap insan adalah ketika dia mengarahkan dirinya sendiri ke jalan yang buruk.
 
Jadi, siapa dong yang menentukan baik atau buruknya suatu organisma? Seseorang yang memiliki kewenangan dan kekuatan untuk menentukan bagaimana organisma itu melakukan segala sesuatu. Siapa yang bisa melawan nakoda, jika kapal yang dilayarkannya dibawa mengarungi palung dan batu karang? Siapa yang bisa menghalangi pilot, jika pesawatnya diterbangkan kesembarang arah. Dan siapa pula yang bisa mencegah presiden jika Negara yang dipimpinnya dibawa menuju kehancuran?
 
Dalam konteks ketiga dimensi itu, mungkin kita tidak mempunyai kewenangan atau kemampuan untuk mengkritisi, mempengaruhi, apalagi menasihati. Nakoda. Pilot. Dan Presiden. Tak mampu kita menyentuh tingkatan kebijakan mereka. Namun ada satu organisma yang kita boleh melakukan intervensi hingga keinti terdalamnya. Yaitu; diri kita sendiri. Sehingga baik buruknya diri kita ditentukan oleh bagaimana kepemimpinan yang kita lakukan bagi diri sendiri.
 
Hal ini sejalan dengan nasihat Rasulullah SAW melalui sabdanya; “Setiap orang adalah pemimpin. Dan dia, akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya….”Maka jangan merasa boleh melakukan apa saja hanya karena merasa ini diri gue sendiri. Badan gue sendiri. Orang lain nggak boleh ikut campur. Gak boleh menasihati. Gak boleh melarang itu dan ini. Jangan begitu, karena. Tidak seorang pun tahu seberapa beratnyakah pertanggungjawaban dihadapan Tuhan itu.
 
Kapal yang dipimpin nakoda yang baik, pasti bisa berlayar dengan baik. Pesawat yang dipimpin pilot yang baik pasti akan terbang dengan baik. Negara yang dipimpin presiden yang baik, pasti kehidupan rakyatnya semakin membaik. Bukan malah kebalik. Maka seorang pribadi baik yang memimpin dirinya dengan baik pasti akan mampu menjalani hidupnya dengan baik.
 
Maka jika bisa menjadi pemimpin yang baik bagi diri sendiri, tidak ada kekhawatiran apapun jika saatnya mempertanggungjawabkan segala sesuatunya dihadapan Allah sudah tiba. Tenang saja. Karena kita sudah menjalankan tugas kepemimpinan ini dengan baik. Tenteram saja. Karena kepada setiap pemimpin diri yang baik, Tuhan akan menyerukan;“Wahai jiwa-jiwa yang tenang. Masuklah kamu kedalam keridoan Tuhanmu. Dan masuklah kamu kedalam surgaKu….” Saya. Mau. Anda?
(DEKA - Dadang Kadarusman, www.dadangkadarusman.com )

Atasan Tak Membantu Karir Anak Buah

Disela-sela coffee break, cukup sering peserta pelatihan dikelas saya curcol. Katanya, mereka tidak bisa berkembang di perusahaan karena atasan mereka tidak mempunyai kesungguhan untuk mengembangkan anak buahnya. Saya bertanya balik kepada mereka; "Siapa orang yang paling berkepentingan terhadap karir Anda?"
 
"Ya saya sendiri dong pak." Katanya.
"Nah, jika sadar bahwa karir Anda itu penting bagi diri Anda sendiri. Mengapa kita mesti mengandalkan orang lain, meskipun dia itu atasan kita?"
 
"Iya sih pak, tapi kan atasan juga menentukan karir kita." Kilahnya.
 
Pinter. Bener. Tapi tidak mutlak. Memang, atasan punya peran pada karir anak buahnya. Tapi kalau anak buahnya jelek, nggak ada gunanya bantuan dari atasan. Iya kan?"
 
"Kalau anak buahnya bagus gimana?"
"Maka atasan nggak bakal bisa menghalangi laju pertumbuhan karirnya."
 
"Siapa bilang Kang Dadang. Dikantor saya banyak orang bagus yang dijegal atasannya!" Demikian kilahnya.
 
Iya, karena mereka menyangka bahwa peluang hanya ada disana. Buka dong wawasannya supaya lebih luas. Minimal biasakan berkolaborasi dengan kolega atau boss di departemen lain. Supaya yang tahu Anda bagus itu bukan hanya atasan langsung Anda. Kalau orang sekantor pada tahu Anda hebat, mana bisa sih atasan Anda bertingkah?
 
Paham ya sekarang? Nah kalau begitu, fokuskan waktu dan sumber daya yang ada untuk terus mengembangkan diri. Sambil memperluas pergaulan. Nggak usah cape-cape mempermasalahkan rintangan-rintangan seperti itu. Kecil itu mah. Anda ceukin juga nggak rugi apa-apa.
 
"Adain dong training untuk para pimpinan kami juga Kang..." Kadang begitu mereka bilang. “Supaya mereka juga belajar cara menjalankan tugas kepemimpinan mereka dengan baik.”
 
"Nah, kalau soal itu; bilangnya jangan sama saya dong. Anda usulkan saja kepada menejmen. Kalau saya sih mau aja kan?"
 
"Jadi gimana dong Kang?"
"Memikirkan atasan yang kurang bagus itu tidak produktif. Mending Anda bantu dia untuk menyelesaikan pekerjaannya. Supaya, Anda bisa belajar lebih banyak hal. Dan dia, menyadari bahwa Anda nggak seperti anak buah lainnya. Karena Anda, orang yang istimewa."
 
Jalani deh nasihat sederhana itu. Insya Allah, karir Anda akan semakin baik.
(DEKA - Dadang Kadarusman, www.dadangkadarusman.com)

Kita, Nggak Kalah Bagus Dari Bule

Kalau pernah bekerja di lingkungan yang ada bulenya, tentu Anda tahu bahwa; orang bule tidak selalu memiliki kemampuan kerja yang lebih baik dibandingkan kita. Meskipun dibayar lebih tinggi dari kita.
 
Bahwa tidak semua orang kita bagus, itu benar. Tapi ketika bisa mendidik diri dengan baik, kita nggak kalah bagus dari bule. Malah bisa lebih bagus dari mereka. Kadang, ketemu juga dengan bule yang sama sekali nggak bisa diandalkan selain casciscusnya dan necisnya.
 
Ada bule bagus? Oh, tentu. Yang bagus banget juga. Dan kita beruntung jika bisa kerja bareng mereka. Karena kita bisa bertumbuh untuk jadi bagus juga. Minimal, kita bisa sebagus mereka.
 
Masalahnya, kita sering inferior kalau berhadapan dengan bule. Keder duluan sebelum melakukan apa-apa. Makanya, kita sering menjadi warga kelas dua, bahkan dianggap nggak berkelas. Padahal sebenarnya, kita punya kemampuan yang sepadan.
 
Kita juga sering terlampau mempermasalahkan timpangnya penghargaan. Nggak usah begitu. Mendingan menyibukkan diri dengan urusan pengembangan diri. Nggak perlu pusing dengan 'diskriminasi'. Karena itu mah sudah menjadi perilaku global. Bangsa superior, menilai rendah kaum inferior. Jadi, nggak cuma kita kok yang mendapatkan perlakuan begitu. Makanya, kita tidak boleh menjadi bangsa yang inferior lagi.
 
Anda, boleh berharap kepada presiden RI untuk membangun citra negeri yang berwibawa ke seantero dunia. Seperti Soekarno dululah, misalnya. Tapi Anda tidak pernah tahu sampai sejauh mana presiden sekarang mampu membangun citra bangsa berwibawa itu.
 
Lagi pula, kita mesti membangun citra diri itu secara individu. Supaya bisa berdaya diri. Minimal punya nyali dan taji untuk memasuki kancah persaingan.
 
Setiap pribadi mesti memiliki kualitas, dignity, dan sikap mental manusia kelas satu. Sehingga, bisa sejajar dengan bule-bule yang bagus. Meski masih dibayar lebih rendah; tapi soal kemampuan, kita nggak boleh kalah.
 
Kejadian di ring tinju kemarin bisa menjadi contoh. Kualitas Paquiao membuat hambar kemenangan 'bule' Mayweather. Meski pun dibayar lebih rendah, dan diganjar dengan angka minim; tapi mata awam dan profesional pun tahu, siapa yang bertinju dengan bagus dalam pertandingan itu.
 
Dikantor, mungkin Anda juga dibayar lebih rendah daripada bule. Tapi Anda bisa membuat semua orang sadar bahwa ternyata, Anda juga bagus banget. Karena faktanya, kita nggak kalah bagus dari bule.
(DEKA – Dadang Kadarusman, www.dadangkadarusman.com)

Atasan Tak Mendukung Gagasan Perbaikan

Mengajak kepada kebaikan itu nggak hanya dalam urusan 'agama' loh. Dalam segala aspek kehidupan juga berlaku. Termasuk di lingkungan kerja kita. Tapi, hal itu tidak selalu mudah untuk dilakukan. Ajakan pada kebaikan kadang disambut dengan sikap permusuhan.
 
Dalam training yang berkaitan dengan reformasi birokrasi pada lembaga negara kemarin, ada peserta yang mengatakan; "Semua ini bull-shit pak kalau atasannya sendiri tidak mau berubah."
 
Komentar yang pedas, tapi benar. Proses transformasi butuh komitmen atasan agar bisa berjalan sesuai harapan. Ini tidak hanya berlaku pada lembaga negara. Swasta pun sama.
 
Lalu, bagaimana jika kita ingin melakukan perbaikan namun tidak mendapatkan dukungan atasan? Kita, mesti mampu menunjukkan bahwa perubahan yang kita canangkan itu justru memberi banyak manfaat buat sang atasan.
 
Jika dengan gagasan itu boss yang lebih tinggi bakal memberi nilai positif pada atasan Anda, kemungkinan besar dia akan mendukungnya. Kecil kemungkinan dia menolaknya.
 
"Iyya sih, tapi itu berarti kita yang kerja keras dia yang dapat kreditnya dong!"
 
Pikiran cupet memang begitu. Tapi, pikiran terbuka beda. Jika Anda bisa menyokong karir atasan, maka Anda sulit tergantikan. Anda bakal kebagian kue keberhasilannya kok.
 
Lagi pula, apa sih yang Anda cari dengan gagasan dan ajakan untuk melakukan perbaikan itu? Kepengen dapat nama? Jika begitu berarti Anda tidak beda dengan atasan yang Anda kritisi itu. Sami mawon kelakuannya.
 
Tidak salah jika pun memilih bersikap demikian. Namun itu terlalu beresiko. Tindakan Anda akan ditentukan oleh orang lain, bukan dikendalikan diri sendiri.
 
Tapi itu sih nggak seberapa dibanding kerugian lainnya. Tahukah Anda apa itu? Rugi karena dihadapan Tuhan, kerja keras Anda mungkin tidak bernilai apa-apa. Padahal, gaji Anda bakal habis. Sedangkan catatan kebaikan disisi Ilahi bersifat abadi.
(Dadang Kadarusman, www.dadangkadarusman.com)

Menanti Pemimpin Yang Lebih Baik

Kepada sekelompok orang, saya mengajukan pertanyaan ini; “Jika pimpinan Anda diganti, apakah keadaan ditempat kerja Anda akan lebih baik, tetap, atau bakal memburuk?” Ternyata, jawaban paling banyak yang saya dapatkan adalah;”Pasti Lebih Baik!”
 
Raut wajah, gesture tubuh, dan intonasi suara mereka menunjukkan adanya harapan anak buah yang tidak terpenuhi. Ada kesenjangan antara apa yang orang harapkan dengan yang diwujudkan oleh pimpinan. Hingga orang meyakini bahwa jika pimpinannya diganti, keadaan akan menjadi lebih baik.
 
Dulu, ketika masih aktif bekerja; dikantor saya ada kejadian menarik. Orang-orang sudah pada enek dengan cara boss besar memimpin kami. Sayangnya, kami tidak bisa berbuat apa-apa selain terima saja apa adanya, sambil berdoa semoga….. boss segera diganti.
 
Rupanya doa itu terkabul. Headquarter menunjuk orang baru untuk mengambil alih kursi kepemimpinan. Sebelum orangnya datang, profilnya sudah tiba duluan. Termasuk fotonya. Gempar sekantor. Foto boss baru segera beredar luas. Yang paling heboh ya ibu-ibu. “Iiih. Ganteng baanget…!” begitu gosipnya. Kalau bapak-bapak sih seneng aja karena bakal mendapat pimpinan yang bisa menciptakan suasana kerja yang lebih baik.
 
Boss baru itu pun tiba. Kesan pertama, begitu menggoda. Semua orang optimis segala sesuatunya bakal menjadi lebih baik. Dan optimisme itu terus bertahan hingga suatu saat…. Orang-orang menyadari bahwa mereka tidak menyukai gaya kepemimpinannya yang keras dan sangat demanding. Sejak saat itu, kegerahan kembali menyelaputi kantor kami.
 
Jadi, sekesal apa sih Anda pada orang yang memimpin saat ini? Boleh saja jika ingin mengekspresikan kekesalan atau ketidakpuasan. Toh itu hak setiap orang yang dipimpin. Namun, kalau berharap dia segera diganti oleh pimpinan yang lain; sebaiknya Anda berhati-hati. Mengapa? Karena, pemimpin yang baru belum tentu bisa lebih baik dari yang ada saat ini. Tidak ada jaminan sama sekali kan?
 
Soal ini, tidak hanya berlaku pada konteks kantor dan pekerjaan. Dalam lingkup kerakyatan bahkan lebih relevan. Betapa seringnya kita mengelu-elukan seseorang secara berlebihan. Seolah dia manusia setengah dewa. Hingga dibutakan oleh retorika, jargon dan janji manisnya. Lalu apa yang terjadi ketika singgasana telah didudukinya? Anda lebih tahu jawabannya.
 
Jika setelah tahu siapa sesungguhnya orang yang Anda gadang-gadangkan itu. Kalau kemudian Anda kecewa dengan kerja nyatanya. Apakah lantas Anda mengharapkan dia segera diganti oleh orang lain yang ‘lebih baik’ darinya? Lalu dari mana kita tahu bahwa orang itu lebih baik dari yang ini? Tidak ada yang menjaminnya. Lantas, apa poin pentingnya dari pembahasan ini? Satu, tidak perlu berlebihan ketika menilai orang lain. Karena kita, tidak benar-benar memahami siapa sesungguhnya orang itu, dan apa itikad yang bersemayam didalam hatinya.
 
Dua, jangan lagi menyandarkan masa depan kepada orang lain. Karena, tidak seorang pun bisa mendahulukan kepentingan orang lain melampaui kepentingan dirinya sendiri atau keluarganya. Siapa kita sehingga berharap dia mendahulukan kita? Tidak. Kitalah yang mesti memperjuangkannya. Dengan ijin Allah tentunya.
 
Tiga, berhentilah bekerja demi seseorang atau karena orang-orang tertentu. Karena setelah keringat kita bercucuran pun belum tentu orang itu mengapresiasi kerja keras kita. Bekerjalah untuk menunjukkan kapada Tuhan bahwa Dia, telah memberi anugerah itu kepada orang yang tepat; kita. Dan segala daya diri yang Dia berikan, kita gunakan dijalan kebaikan.

Empat, sabar saja kalau dipimpin oleh orang yang tidak amanah dalam memimpin. Karena boleh jadi, dia dihadirkan Tuhan untuk menguji kita; Apakah masih akan bekerja dengan giat meski dipimpin orang tidak bagus?
 
Lima, berdoalah kepada Allah. Memohon agar jika kelak Dia berkenan mengirimkan pemimpin yang baru, maka pemimpin itu mesti yang lebih baik dari yang saat ini. Jangan sampai sama saja. Apalagi kalau lebih buruk dari yang sudah-sudah.  
 
Memang sangat menyiksa jika dipimpin oleh orang-orang yang tidak cakap menjalankan amanahnya. Namun, kita tidak selalu memegang kewenangan untuk menggantinya kapan saja. Kalau pun bisa, belum tentu penggantinya lebih baik dari sebelumnya. Maka penting untuk membebaskan diri dari ketergantungan terhadap orang lain. Sehingga kita, bisa bekerja dan berkarya secara optimal saat dipimpin siapapun.  
( DEKA – Dadang Kadarusman , www.dadangkadarusman.com )

Jumat, 30 Januari 2015

SEMUA BISA DIATUR,,,

Mungkin ada orang atau beberapa orang mengatakan bahwa kondisi kita telah ditentukan oleh maha pencipta. Memang semua kondisi telah tertulis disebuah catatan yaitu Lauhul Mahfudz. Namun beberapa orang percaya bahwa yang tertulis dapat di ubah dengan doa dan sedekah.

Jadi apa yang terjadi diakan datang dipengaruhi juga kegiatan atau ibadah yang kita lakukan. jadi tetap berdoa dan bersedekahlah dengan membantu orang lain.

Sedekah pun dapat memanjangkan umur, menyembuhkan sakit, menyelesaikan masalah dan lain-lain. mari kita perbanyak sedekah dan berdoa tanpa meninggalkan ibadah wajib kita....