Rabu, 13 Mei 2015

Menanti Pemimpin Yang Lebih Baik

Kepada sekelompok orang, saya mengajukan pertanyaan ini; “Jika pimpinan Anda diganti, apakah keadaan ditempat kerja Anda akan lebih baik, tetap, atau bakal memburuk?” Ternyata, jawaban paling banyak yang saya dapatkan adalah;”Pasti Lebih Baik!”
 
Raut wajah, gesture tubuh, dan intonasi suara mereka menunjukkan adanya harapan anak buah yang tidak terpenuhi. Ada kesenjangan antara apa yang orang harapkan dengan yang diwujudkan oleh pimpinan. Hingga orang meyakini bahwa jika pimpinannya diganti, keadaan akan menjadi lebih baik.
 
Dulu, ketika masih aktif bekerja; dikantor saya ada kejadian menarik. Orang-orang sudah pada enek dengan cara boss besar memimpin kami. Sayangnya, kami tidak bisa berbuat apa-apa selain terima saja apa adanya, sambil berdoa semoga….. boss segera diganti.
 
Rupanya doa itu terkabul. Headquarter menunjuk orang baru untuk mengambil alih kursi kepemimpinan. Sebelum orangnya datang, profilnya sudah tiba duluan. Termasuk fotonya. Gempar sekantor. Foto boss baru segera beredar luas. Yang paling heboh ya ibu-ibu. “Iiih. Ganteng baanget…!” begitu gosipnya. Kalau bapak-bapak sih seneng aja karena bakal mendapat pimpinan yang bisa menciptakan suasana kerja yang lebih baik.
 
Boss baru itu pun tiba. Kesan pertama, begitu menggoda. Semua orang optimis segala sesuatunya bakal menjadi lebih baik. Dan optimisme itu terus bertahan hingga suatu saat…. Orang-orang menyadari bahwa mereka tidak menyukai gaya kepemimpinannya yang keras dan sangat demanding. Sejak saat itu, kegerahan kembali menyelaputi kantor kami.
 
Jadi, sekesal apa sih Anda pada orang yang memimpin saat ini? Boleh saja jika ingin mengekspresikan kekesalan atau ketidakpuasan. Toh itu hak setiap orang yang dipimpin. Namun, kalau berharap dia segera diganti oleh pimpinan yang lain; sebaiknya Anda berhati-hati. Mengapa? Karena, pemimpin yang baru belum tentu bisa lebih baik dari yang ada saat ini. Tidak ada jaminan sama sekali kan?
 
Soal ini, tidak hanya berlaku pada konteks kantor dan pekerjaan. Dalam lingkup kerakyatan bahkan lebih relevan. Betapa seringnya kita mengelu-elukan seseorang secara berlebihan. Seolah dia manusia setengah dewa. Hingga dibutakan oleh retorika, jargon dan janji manisnya. Lalu apa yang terjadi ketika singgasana telah didudukinya? Anda lebih tahu jawabannya.
 
Jika setelah tahu siapa sesungguhnya orang yang Anda gadang-gadangkan itu. Kalau kemudian Anda kecewa dengan kerja nyatanya. Apakah lantas Anda mengharapkan dia segera diganti oleh orang lain yang ‘lebih baik’ darinya? Lalu dari mana kita tahu bahwa orang itu lebih baik dari yang ini? Tidak ada yang menjaminnya. Lantas, apa poin pentingnya dari pembahasan ini? Satu, tidak perlu berlebihan ketika menilai orang lain. Karena kita, tidak benar-benar memahami siapa sesungguhnya orang itu, dan apa itikad yang bersemayam didalam hatinya.
 
Dua, jangan lagi menyandarkan masa depan kepada orang lain. Karena, tidak seorang pun bisa mendahulukan kepentingan orang lain melampaui kepentingan dirinya sendiri atau keluarganya. Siapa kita sehingga berharap dia mendahulukan kita? Tidak. Kitalah yang mesti memperjuangkannya. Dengan ijin Allah tentunya.
 
Tiga, berhentilah bekerja demi seseorang atau karena orang-orang tertentu. Karena setelah keringat kita bercucuran pun belum tentu orang itu mengapresiasi kerja keras kita. Bekerjalah untuk menunjukkan kapada Tuhan bahwa Dia, telah memberi anugerah itu kepada orang yang tepat; kita. Dan segala daya diri yang Dia berikan, kita gunakan dijalan kebaikan.

Empat, sabar saja kalau dipimpin oleh orang yang tidak amanah dalam memimpin. Karena boleh jadi, dia dihadirkan Tuhan untuk menguji kita; Apakah masih akan bekerja dengan giat meski dipimpin orang tidak bagus?
 
Lima, berdoalah kepada Allah. Memohon agar jika kelak Dia berkenan mengirimkan pemimpin yang baru, maka pemimpin itu mesti yang lebih baik dari yang saat ini. Jangan sampai sama saja. Apalagi kalau lebih buruk dari yang sudah-sudah.  
 
Memang sangat menyiksa jika dipimpin oleh orang-orang yang tidak cakap menjalankan amanahnya. Namun, kita tidak selalu memegang kewenangan untuk menggantinya kapan saja. Kalau pun bisa, belum tentu penggantinya lebih baik dari sebelumnya. Maka penting untuk membebaskan diri dari ketergantungan terhadap orang lain. Sehingga kita, bisa bekerja dan berkarya secara optimal saat dipimpin siapapun.  
( DEKA – Dadang Kadarusman , www.dadangkadarusman.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar